ORANG SABAR yang TERPILIH

Mentor pertama saya dulu, seorang teteh super baik, imut-imut berbadan kecil  namun memiliki kemampuan interpersonal yang baik, gampang bergaul dan pencerita yang baik, walau kadang ceritanya diulang ulang, namun tetap saya senang kalau beliau bercerita apapun. Sering saya merengek-rengek curhat karena masalah inilah itulah, karena cinta terpendam, orang tua, teman teman, bla bla bla. Lama kelamaan seperti ketergantungan bertemu beliau.

Suatu hari menjelang di semester akhir, beliau semakin sibuk mengerjakan skripsinya dan semakin jarang datang ke SMA. Rasanya sedih, tapi entah kenapa lebih sedih lagi saat saya menyadari kalau ya memang begitulah manusia, ada awal ada akhir, ada waktu luang dan pasti ada waktu sibuk, tidak akan ada yang selalu siap disampingmu. Yang membuat saya berpikir seterusnya adalah, kenapa saya belum bisa jadi mentor seperti beliau ya? Jadi kalaupun beliau ga ada, kan ada saya buat adik adik saya, dan adik saya akan ada untuk adik adiknya lagi, adiknya akan ada untuk adik adik adik lainnya dan terus seperti itu. Nah loh…

Intinya kaderisasi untuk menjadi seorang mentor itu sangat penting, terutama menyiapkan mental seorang mentor yang kuat dan pantang menyerah dalam belajar. Menyiapkan orang oran bermental baja yang siap diperlakukan apa saja oleh adik binannya, yang siap memberikan manfaat apapun untuk adik adik binaannya. Ah sayangnya semua itu baru terpikirkan setelah saya masuk bangku kuliah. Alhamdulillah secara ajaib saya diterima masuk kuliah di Institut Teknologi Bandung tahun 2009. Disini saya melihat sistem mentoring yang luar biasa di Gamais (Keluarga Mahasiswa Islam) ITB, dimana pengurus harus mengurus ribuan pendaftar Gamais dan membuat mereka bertahan ikut mentoring, mencari mentor sedemikian banyak dari berbagai jurusan dan daerah dengan karakternya masing masing.

Tahun pertama saya hanyalah follower, kemudian barulah timbul keberanian dalam diri saya untuk meyakinkan diri kalau ternyata saya bisa jadi mentor. Namun apa boleh buat, saya memang belum dirasa pantas. Entah bagaimana, padahal saya ikut semacam sekolah mentor, namun tetap saja saya belum dipanggil juga untuk menjadi mentor. Saya berusaha sabar, padahal di dalam hati sangat iri melihat teman teman seangkatan sudah mulai membicarakan masalah masalah di kelompok mentoring yang mereka pegang. Di satu pihak seperti ada rasa keluhan dari mereka, mengeluh bentrok jadwal, sibuk, sehingga jarang bertemu adik binaannya, padahal di sisi lain ada orang yang setengah mati iri pada mereka. Ah mereka begitu beruntung, saya belum bisa setara dengan mereka, mungkin saya hanyalah rerumputan di samping dendilion. Di tingkat kedua pun begitu, saya tak kunjung mendapat panggilan menjadi mentor, padahal saya diberi amanah baru, mengurus mentoring di program studi. Saat menerima amanah itu, saya berteriak di dalam hati ‘Gimana bisa ngurus mentoring orang lain? Saya aja ga punya binaan ! aarghh..’

Dapat adik binaan itu rasanya seperti jalan jalan ke Italia, naik ke puncak tertinggi menara Eiffel dan loncat buggy jumping dari sana.

Akhirnya setalah berjuang dalam penantian panjang, ternyata saya diajak juga menjadi mentor di tengah tengah semester 4, waaah terharu. Dapat adik binaan itu rasanya seperti jalan jalan ke Italia, naik ke puncak tertinggi menara Eiffel dan loncat buggy jumping dari sana. Rasanya seneeeeng banget tapi takut karena mulai bingung harus melakukan apa. Saya masih ingat, kelompok binaan pertama saya adalah anak beasiswa Bidik Misi angkatan 2010. Sejak hari itu saya semangat, walau ternyata setelah dapat pun saya mendapat banyak cobaan, anaknya pada sibuk osjur lah, ngilang ngilang, bentrok kelompok mentoring lain, dan bla bla masih banyak lagi. Waah ternyata tidak semudah yang saya bayangkan. Walhasil adik binaan saya itu adalah orang orang percobaan saya, ngomong masih belepotan, bawa materi masih terpaku ama teks, dan lainnya yang saya yakin semakin membuat saya terlihat aneh di mata mereka, namun saya tidak pantang menyerah. Satu kelompok gagal, kelompok lainnya akan tumbuh bermunculan. Banyak hal yang saya dapatkan dari kekurangberhasilan saya menjadi mentor itu,

Jadi mentor itu WAJIB, kalau menolak maka bersiaplah untuk DITOLAK

Pertama, menjadi mentor itu WAJIB soalnya ga mungkin kita mau disuapin terus seumur hidup tanpa mau memberi kepada adik adik kita selanjutnya. Mau jadi apa generasi masa depan kita, jika kita hanya bisa sholeh sendiri. Kesempatan hanya datang sekali, jika tidak kita ambil, maka bersiap-siaplah menyesal di masa depan. Ada pepatah ‘Kalau menolak maka bersiaplah untuk Ditolak’. Jangan sampai kita ditolak adik adik binaan, yeay malu yeay…

Binaan itu adalah REZEKI dari Allah

Kedua, adik binaan itu adalah REZEKI dari Allah. Tidak tahu datangnya kapan, yang jelas harus ada ikhtiar untuk menjemputnya, dan setelah dapat pun ternyata bukan hal yang mudah karena masih banyak tantangan lain dalam mengelola rezeki tersebut. Yang penting usaha terus memperbaiki diri. Iri dalam kebaikan itu diperbolehkan, sebagai salah satu motivasi kita di masa mendatang. Karena binaan kita itu rezeki, jadinya kita tidak tau sebanyak apa yang akan Allah berikan kepada kita. Kadang mendapat yang pendiem, yang kocak abis, yang pundungan,yang nyuekin mulu, ya macem macem lah, namun satu yang pasti kita harus bersyukur seperti apapun binaan kita nanti

Jangan hanya mau berubah karena didesak orang lain untuk berubah, berubahlah karena dirimu merasa itu penting dan akan bermanfaat untuk dakwah

Ketiga, Luruskan niat dan Jadilah diri sendiri saat menjadi mentor. Niat adalah hal mendasar saaat menjadi mentor. Binaan kita adalah cerminan kepribadian dan kualitas dari mentornya. Selama ilmu yang kita berikan itu tujuannya benar, dakwah Ilallah, insyaAllah akan mendapat pertolongan dari Allah. Menjadi diri sendiri sangatlah penting, jangan hanya mau berubah karena didesak orang lain untuk berubah, berubahlah karena dirimu merasa itu penting dan akan bermanfaat untuk dakwah

Keempat, jangn ragu mengakui kelemahan dan kesalahan. Karena kesalahan kata atau ucapan dari seorang mentor, akan mempengaruhi adik binaan kita kedepannya. Jika kita memang tidak tahu jawabn yang ditanyakan adik binaan kita, bilang saja tidak tahu, tapi insyaAllah akan segera dicari tahu jawabannya dana akan dibahas di pertemuan mendatang. Jujur saja dan jangan so tau.

Kelima dan yang terakhir, menjadi mentor itu butuh kekuatan doa yang besar sekali. Karena pada dasarnya kita hanyalah perantara bagi binaan untuk lebih mengenal islam yang baik. Ikhtiar kita sejumpalitan apapun kalau Allah ga ridho ya tetep anaknya ga akan berubah berubah.

Intinya jadi mentor itu butuh sabar, sabar, dan sabar dengan porsi lebih dari biasanya, pokoknya siuper duper sabar. Mentor itu bukan orang sembarangan, bukan orang biasa aja. Setiap mentor itu pembangun batu bata peradaban, kalau batu batanya keropos, maka rapuhlah pula bangunannya.

So masih ragu untuk jadi mentor? Engga la yauw…

Allah hanya memilih orang orang yang pantas, dan sebuah kepantasan itu haruslah diperjuangkan

Karena apa?

Karena saya yakin, teman teman yang membaca ini adalah orang yang ikhlas, berjuang keras memperbaiki diri dengan terus mencari ilmu, dan yakinlah Allah hanya memilih orang orang yang pantas, dan sebuah kepantasan itu haruslah diperjuangkan.

Semangat untuk teman teman yang baru akan belajar menjadi mentor..

Teman teman akan merasakan sendiri sensasinya, dan nikmatilah apapun yang ditakdirkan Allah untuk kita. Karena apa?

Karena kalian adalah ORANG SABAR YANG TERPILIH